Rabu, 23 September 2015

Malam, Takbiran. . .

Hahaha, langit senja kali ini tampak begitu indah. Yaa indah seperti biasa. Kali ini aku tak ada feel menulis sebenarnya. Hanya saja, dari hati kecilku aku rindu sekali melihat jari jemariku berlari kesana kemari merangkai sebuah cerita. Sebuah cerita yang sederhana, tak perlu dibuat-buat, hanya mengalir saja, karena sebenarnya dibalik kesederhana itu menyimpan sesuatu yang rumit nan detail.

Hm... aku berhenti menulis sejenak tadi. Kondisiku dengan tadi agak berbeda. Entah mengapa tubuhku terasa hangat sejadinya. Kali ini, aku merasa tak enak badan sungguhan. Apa mungkin karena jam malamku sangat larut beberapa hari ini. Ah, tak tahu pasti. Yang pasti aku tidak sedang berfikir. Aku malah sedang belajar enjoy disetiap aktifitasku. Sesekali aku bercengkrama dengan orang baru. Sesekali mencari info sana sini. Aku sedang jarang membaca. Terakhir dua hari lalu aku hanya menyelesaikan bacaan yang tinggal setengah buku. Selepas itu semua, aku sedang sering menemui atau bertemu dengan teman lamaku. Yaa sebenarnya semua itu hanya ingin mengisi waktuku menanti proposal penelitian selesai di revisi.

Hm.. aku tak ada target lulus. Aku hanya membiarkan semua mengalir saja. Mengalir dengan kendali. Benar sekarang aku lebih slow dari yang dulu. Lebih enjoy dari yang dulu. Lebih simple dari yang dulu. Dan sedikit lebih manis dari yang dulu. Haha. Sesekali memuji diri sendiri kan gak papa. Gak ada yang keberatan kan? Haha.

Sejujurnya, aku sedang tidak merasa sendiri. Yaa acaraku di lain itu hanya untuk have fun, mengasahku menulis dan yaa hanya iseng saja. Aku tak merasa benar-benar sendiri. Yaa, memang sesekali. Hanya saja, saat ini aku hanya benar-benar ingin memantaskan diriku. Persiapan sudah bukan tujuanku saat ini. Memang masih ada banyak hal yang harus aku siapkan, hanya saja aku sudah ingin memantaskan diriku. Melayakkan diriku. Membuat diriku nyata.

Hm aku bukan sosok yang super ambisius, bukan seseorang yang harus mencapai apa yang diinginkan. Bukan. Aku hanya, hanya ingin memantaskan diriku, membuktikan diriku bahwa aku memang layak dan pantas untuk menjadi sesuatu. Aku tak ingin menunjukan pada siapa-siapa, setidaknya aku hanya ingin menunjukkan itu semua pada diriku sendiri. Dan biarkan diriku ini menjadi saksinya.

Oh My God. Tubuhku terasa panas sekali. Sesekali aku mendengar perutku yang berbunyi. Bukan kelaparan, hanya mungkin ia sedang menyeruakan suara kepedulian padaku. Sering kali bunyi tuts keyboard beriringan dengan suara detak jantungku. Oh My God, hamba-Mu ini sebenarnya seperti apa? Haha. Aku sebenarnya tidak benar-benar tak tahu arah. Tidak. aku sudah mulai mengerti dan menyadarinya. Hanya saja aku belum sadar betul akan hal itu.

Sungguh aku sedang merasakan kerinduan yang amat.

Aku rindu,aku rindu sekali, sangat rindu, rindu dengan hembusan angin malam, malam yang berwarna hitam legam sangat pekat, malam yang benar-benar sunyi senyap tak ada suara yang berderu, dan saking senyapnya hingga sehelai daun jatuh, sentakannya menimbulkan suara. Aku rindu saat panggilan-Mu lebih mengena didengar, lebih masuk dalam relung jiwa, lebih hangat dari belaian Sang Bunda. Suasana yang begitu dingin, dingin yang menusuk tulang, membekukan daging segar, menggigilkan tubuh, memberi peringatan pada otak untuk menyegerakan  sumber kehangatan, menghentakkan seluruh tubuh meminta untuk dimanjakan.

Ah benar-benar, aku sangat rindu dengan deburan air yang jatuh membasahi raga dan sukmaku. Aku hanya rindu pada suara ayam berkokok bersaut-sautan, ku hanya rindu pada suara jangkrik yang menderu, Ku hanya ingin berjalan di gelapnya malam, ku hanya ingin bangun dari tempat tidurku yang melenakan, Ku hanya ingin bebas dari belenggu ini. belenggu yang memekikkan leherku, menyesakkan dadaku, menyumbat pernafasanku, membuatku tak hidup,membuat hati mati, membuat suasana menjadi kacau, membuat semuanya menjadi tak bergairah.  

Yaa, hanya ingin berkata, aku rindu dengan kumandang adzan subuh. Aku rindu untuk bangun dan bergegas pergi mendekati-Mu, ku hanya ingin bisa bangun untuk memenuhi panggilan-Mu, bukan..  bisa jadi, aku hanya ingin bangun untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang yang beriman. Ku hanya ingin bisa bangun dan solat subuh berjamaah. Atau mungkin, aku benar-benar sangat rindu dengan-Mu Ya Robb?

Kumandang takbir bersaut-sautan. Terbesit perasaan aku rindu pada simbah Solo. Ah,,  sangat rindu padanya. Aku hanya berkata lirih, “aku rindu simbah, hanya saja aku tak ingin cepat menyusulmu, aku ingin menuntaskan apa yang sedang aku mulai, aku hanya bisa menitipkan sebuah doa untukmu dan tunggulah aku barang sebentar, bukankah hidup seperti mampir tuk minum?
Aku menghela nafas panjang-panjang. Aku hanya berharap, semoga seluruh angin yang berhembus, seluruh suara takbir yang berkumandang, seluruh jiwa yang ada, mengiringi perkataan dan bisikku yang terakhir di malam ini,

“Ridhoi aku Tuhan untuk bisa selalu menemui-Mu di waktu subuh” dan semoga bisikan yang sangat lirih ini,tak hanya membentur di dinding-dinding kamarku.

Menikmati lantunan takbiran
dengan tubuh yang panas
tanpa asap
                                                                                                           ~Marsya Sataly~

Sabtu, 19 September 2015

Sore, Malam Minggu Part 6


Hahay,,,,hy guys....
Sudah sore, malam minggu saja. Balik lagi dengan saya Marsya Sataly yang semakin manis dan imut di acara yang hampir punah yaitu sore, malam minggu. Kali ini sudah sesi ke enam dan saya masih tetap setia dengan kejonesan saya. Hahahha

Okeh, kali ini aku ga pengin menceritakan kejonesanku yang semakin meradang, aku hanya ingin mencurahkan apa yang di rasa oleh hatiku. Lho? “sama aja tau!” hatiku berkata. Haha. Shit. Lagi-lagi itu si hati gua komen terus.

Hm,, ya si, sebenarnya ujung-ujungnya aku pasti kan bercerita tentang kejonesanku yang mulai nes nesan gitu. Sebenarnya aku udah gak mau mengadakan acara ini, tapi karena banyak yang menanyakan kelanjutan cerita gua terlebih mengenai kejonesanku, so. Gua akhirnya lanjutkan. Berhubung aku suka ngomong gua gua terus dari tadi, bukan maksud ingin sok gaul atau ke Jakartaan, kagak. Aku cuma pengin merakyat saja. Abis, temen deket kknku ada yang anak Jakarte gitu, sampai sekarang kebawa dah.

Hm,, ceritanya mondar-mandir nih. Ga konsisten. Haha. Sorry, sebenarnya aku bingung mulai dari mana lagi ini acara, abis yang kemarin aja suka loncat-loncat ceritanya. Seingetku acara pertama aku memperkenalkan semua “cem-cemanku” yang kedua, gua kaya pasrah gitu jonesnya, ketiga n keempat aku cerita tentang Domba, yess. He is my charming prince, but dia sudah ada yang punya. Hust. Jangan keras-keras ngomongnya, entar istrinya bisa ngedampret aku. Haha. Yang ke lima aku cerita tentang Kangguru. Hm, gini deh aku urut-urutin lagi yaaa.

Mulai dari awal aja yaa, yang aku tembak itu namanya Kambing, saat itu aku masih kelas 5 SD. Waktu itu sebenarnya aku lupa kita sahabatan berapa tahun, yang pasti seingatku mulai kelas 3  aku sudah mulai memandangnya diam-diam. Di kelas 4 aku sudah buat sebuah geng. Ya katakanlah bernama “CERARI” haha, ini nama betulan sebenarnya singkatan dari nama kita bertiga. Aku, kambing dan satu temen laki-laki kami juga. Alhasil, seperti yang diceritakan di sore malam minggu 1 waktu itu, aku menembaknya atas saran dari mba Lia tetangga. Saat ia membalas cintaku, jiah bocah SD ngomong cinta? Haha setidaknya ini realita yang terjadi saat ini, yang pasti waktu itu aku Cuma suka aja sama dia, dan entah mengapa dia juga suka sama aku, padahal aku gak pakai ilmu santet dan pelet, haha intinya kami berdua sama-sama suka.

Awalnya kita langsung duduk sebelahan. Temen sebangku dan sebangkunya terpaksa duduk bareng. Terus kita mulai kerjasama gitu, entah dalam hal apapun, mulai dari beli jajan di koperasi bareng, ke UKS bareng, kebetulan dia itu dokter kecil, terus ngerjain tugas bareng, ulangan juga bareng yang pasti aku lebih sering nyontekin di ketimbang mikir sendiri, hehehehe, ya ukurann kecerdasan orang kan berbeda, terus pernah kita ikut paduan suara gitu, kami berdua pernah mau ikut lomba LCC PRAMUKA, tapi sayang dia ga lolos, padahal aku waktu itu merekomendasi dia buat jadi peserta ketiga. Sayang, gak jadi bareng dan ini bukti bahwa kami melengkapi, hahahaha. Aku lebih suka ke hal-hal fisik, dan dia ke pikiran / otak haha. Jadi aku ga bodong-bodong banget lah, wkwk.

Pernah sahabat kami mau khitanan. Sahabat yang satu geng “CERARI” itu. terus sebagai kawan yang baik, kami berdua akhirnya maut tak mau harus kondangan. Si kambing beserta keluarganya menjemputku dirumah. Aku bersiap-siap lalu kami berdua di antar ke rumah sahabat kami itu. setibanya, ayahnya kambing berkata” mbing, nanti kalau sudah selesai telpon bapak.” “iya pak.” Saut si kambing, aku hanya mantuk-mantuk dan melihat ibunya tersenyum padaku. Entah mengapa, mungkin ibunya kambing mengharapkanku jadi pendamping hidupnya kambing kali ya? “ngarep banget kayanya kamu yaaa?” tiba-tiba suara hatiku menyambar seperti guntur. Ckck. Hmmm, memang benar juga kata hati itu buktinya kita udahan. Wkwk

Singkat cerita, kami berdua kaya sepasang kekasih yang kondangan di acara hajatan kawannya. Haha, dan mau tau kami ngapain aja? Selepas orang tuanya kambing pulang. Aku dan dia duduk sebentar di kursi belakang, kita ngobrol mau gimana inih. Mau masuk lagi banyak banget orang dan bisa dipastikan banyak saudara kawan main kita itu. di sisi lain, masa kita gak masuk, padahal kita udah siapin hadiah buat dia. Dan perdebatan sengit dengan rasa penuh kasih sayang kami berdua. akhirnya kami menerobos ingin masuk kerumahnya. Setelah masuk, kita langsung kearah kamarnya dan disana ada Rama katakanlah itu nama sebenarnya. Haha. Akhirnya kita ngasih kadonya ke rama, belum lima menit aja kita cerita-cerita, eh masih banyak aja tamunya yang ingin masuk melihatnya. Yaahh, mau tak mau kami berdua keluar dan mulai lagi acara gabut tak jelas kami dimulai. Haha

Terlintas diingatanku saat itu kita memang bingung, malu plus campur aduk. Entah mengapa karena mungkin setelah kami keluar, rombongan guru sekolahku ada dan mereka melihat kami berdua. Oh My God,,,, gak ada apa=apa sih sebenarnya, Cuma kita pengin pulang ajah waktu itu. akhirnya ibunya Rama melihat kami yang kehilangan arah, dan ia mempersilahkan dan bahasanya lebih tepat menyuruh kami untuk makan. Akhirnya kita ambil makanan di meja prasmanan dan sudah dipastikan kita makan. Pas makan si Kambing dan aku mengobrol serius, obrolan kita akhirnya menemukan titik terang yaitu menelpon bapaknya si Kambing untuk menjemput kami.

Dan, ternyata, saat si kambing telpon dengan bapaknya, terdengar kata-kata, “lhaa cepet banget nak? 

Orang bapak baru aja sampai depan rumah koh inih, malah kamu minta pulang. Tahu gitu bapak sama ibu nungguin aja tadi.”

Hahahahhahaa. Begitu secuil ceritaku dengan kambing. Haha ga lucu ya?

Yaaa kan aku ga niat untuk nglucu, Wkwkwk. Aku Cuma ingin flashback aja sama kambing. Jadi inget kambing, sekarang lagi ngapain yaaa?

Hm,, tapi setahun kemudian saat kita sudah putus. Bapak kambing meninggal karena sakit. Saat itu aku pun ikut berduka. Kebetulan saat itu bapaknya dimakamkan di Pemakaman deket sekolah, sehingga semua anak kelas saat itu melayat, dan ternyata kuburannya tak jauh letaknya dari kuburan simbahku yang dari ibu. Sehingga terkadang saat aku melayat sowan ke tempat simbah, aku sempatkan sebentar mampir ke tempat bapaknya kambing ya hanya sekadar membersihkan kuburannya dan mengirimkan al-fatihah. Setidaknya aku pernah mengenal kehangatan yang tulus dari bapaknya kambing.


Setelah lulus SD kami tak pernah bertemu, bermain bersama pun tidak, dan tiba-tiba kami bertemu lagi saat SMA. Saat itu pun, kami hanya senyum apabila berpapasan. Yaaa mungkin karena kami sudah besar kali yaa, udah punya gengsi. Haha. Yang pasti, ia adalah cowo yang berhasil ku tembak dan berhasil banget bikin aku malu, karena, kok bisa aku nembak cowo duluan??? 
Mba lia dasarrrrr!!!! Thank sudah membuatku menembak cowo, semoga itu yang pertama dan terakhir, dan untungnya ia tak mati klepek-klepek. Hahahaha


Jumat, 04 September 2015

sataly


Lagi-lagi gemricik air di teras depan menemaniku. Lagi-lagi malam dingin yang menusuk menemaniku. Lagi-lagi jari jemariku menari kesana kemari merangkai kata demi kata. Saat ini, hujan masih enggan tuk turun. Mungkin karena ia sedikit malu karena sudah lama ia tak menampakkan dirinya. Angin malam ini berhembus begitu kencang, membuatku menarik sedikit selimut menutupi kakiku.

Tidak ada asap disini, tidak ada sesuatu hal pula yang mengganjal dalam pikiranku. Hanya saja, disini. aku menunjuk di dalam dadaku ini, ada sesuatu yang sedang aku rasa. Bukan tentang laki-laki bukan. Bukan pula rindu pada seseorang, bukan. Ini tentang hati. Qalbu. Yang menuntut untuk dilihat. Menuntut untuk diperhatikan, dan menuntut untuk diperbaiki. Haha, tak ada yang tahu, kecuali diriku sendiri. Aku hanya, hanya ingin mengenalnya, bercengkrama dengannya, dan menikmati keberadaanya.

Terkadang hatiku begitu bahagia,, namun tiba-tiba hatiku merasa begitu sedih, entah apa yang terjadi disana, aku tak begitu paham. Yang pasti ia menuntut keadilan dalam diriku. Ah, benar-benar entah apa yang harus ku lakukan, dihadapanku saat ini masih benar-benar misteri. Terkadang aku bersatu dengannya, terkadang aku bertentangan dengannya, terkadang kami begitu akur, terkadang kami begitu berbeda. Terkadang kami membohongi satu sama lain, terkadang kami menutupi satu sama lain. Haha. Mengenal diri sendiri memang susah-susah gampang.
Sesungguhnya aku butuh teman. Hanya untuk berbagi. Namun sayang, kelihatannya ia pun masih susah untuk mengayomi dirinya sendiri, teman yang lain? Sepertinya tidak. karena sepertinya mereka begitu terlena dengan dunia ini. Teman yang lain lagi? Haha. Tidak. karena mereka begitu tidak menikmati hidup, mereka sibuk dengan keyakinan mereka, sibuk dengan teori mereka, sibuk dengan pegangan mereka, sehingga tak mau membuka mata untuk hal lain. Diriku?

Aku sebenarnya hanya ingin memampukan diriku. Bertindak adil sejak dalam pikiran terlebih perbuatan. Aku hanya ingin siap mati, namun juga selalu ingin menikmati hidup. Aku hanya ingin air dan api dalam diriku seimbang. Atau bahkan aku ingin air dalam diriku sedikit lebih unggul dalam hidupku. Aku hanya ingin perkataanku sesuai dengan perbuatanku, aku hanya ingin menyatukan hati dan pikiranku. Aku hanya ingin menjadi pribadi yang pener, aku hanya ingin qalbuku ini akan selalu ada hingga nafas terakhirku. Qalbu yang benar-benar patut disebut Qalbu.
Qalbu yang begitu bijaksana, tak kenal pamrih, tak dapat melihat namun begitu perasa sehingga ia tak pernah memandang bulu. Aku hanya berharap Qalbu ini akan menuntun ke jalan yang terang sangat terang sehingga siapapun dapat melewati cahayanya. Aku hanya dapat memohon Sang Pencipta, berharap qalbu mendengarnya, berharap qalbu tahu ketukan ini tak main-main sehingga ia bisa membuka pintunya dengan senang hati.

Mengapa qalbu? Karena qalbu bukan harta dan lebih penting dari ilmu pengetahuan. Qalbu adalah kartu As Waru dalam hidupku, yang akan membuat hidupku harum bukan karena pewangi, cantik tanpa kosmetik serta indah perangainya. Hanya itu. itu aja.

Tersenyum penuh harap,
     ~Marsya Sataly~