Sabtu, 25 April 2015

"Tersenyum"

   

   Ketika ku melihat hujan turun dengan begitu derasnya, ada seseorang di belakang memanggilku dengan kata-kata, hanya dua huruf "sa". saat itu, sontakku melihat kebelakang,ke arah datangnya suara. Hm. sebenarnya dengan sangat paham aku mengenali betul asal suara tersebut. Hitungan detik kemudian, sebuah tatapan manik hitamku sudah beradu, bertumpuk dengan sorot matanya yang bening, menenangkan, mendamaikan, dan pada saat itu juga, batinku berkata, inikah orang yang akan menjadi imamku kelak?

        beberapa saat kemudian, hujan seolah menari-nari, menyuarakan sebuah lagu,

        namun denganmu,,, ku tau cinta kan mengobati,,,
                   segala rasa sakitku ini,,, kini ku percaya,, kini ku percaya. . . .

  Tadi sore, di salah satu sudut depan ruangan

  ~Marsya Sataly, 240415;14:23:30~



Sabtu, 18 April 2015

judul


Menulis lagi yaa,,,, hahahaha. Ini yang namanya tertawa betulan. Tidak ada kata mungkin, atau entahlah. Hahahaha. Sebenarnya sudah banyak bahan tuk memuntahkan semuanya. Ingin ku cepat tuk membuat dan menyelesaikannya. Ah,,manusia, memang pada dasarnya manusia sangat tergesa-gesa. Haha, Ah ingin sekali. Tapi, tunggu bentar, bersabarlah.

Hm. Sudah banyak sekali yang menginspirasiku. Benar betul dah. Tetapi mengapa aku tetap disini saja? Haha. Ku semakin mantap dengan kata-kataku waktu itu, bahwa semua pasti akan berjalan sesuai jalurnya masing-masing, dan betul, aku semakin mantap saat melihat yang lainnya begitu mantap melewati jalurnya masing-masing. Begitu berlenggang bebas melewati jalurnya, begitu sangat percaya diri, begitu siap dengan resiko, dan memang mereka pantas tuk melewati setiap jalur tersebut.
Ah benar-benar,, kalian hebat coy!

Lantas bagaimana denganku? Hahaha. kali ini, aku ingin berdamai dengan batinku. Tak akan aku biarkan satu konflik batinku terjadi. Haha, jarang sekali memang, namun harus mulai dibiasakan. Teringat kata-kata kedua temanku yang somplak itu, “ lha,siapa lagi yang mau membela diri kita sendiri kalau bukan kita sendiri?” hahaha, benar juga. Jadi ku mencoba berdamai dengan diriku sendiri, mencoba memahami diriku, dan aku hanya ingin menjawab pertanyaan itu, Belum saatnya, aku masih perlu menyiapkannya, memantaskannya, dan aku masih perlu bergerak sembari menunggu waktu itu. hm, bukan menunggu, tetapi menjemput. hahaha, betul tidak diriku? Hahahahaha. Aku bertanya pada diriku sendiri, dan hanya ada jawaban hmm. That’s right.

Hahaha,, menulislah selagi kau bisa kawan. Membacalah selagi kau bisa, bermainlah selagi itu bermanfaat, tertawalah sebelum ditertawai, belajarlah selagi masih ada kesempatan, berdamailah dengan dirimu sendiri sebelum kau mendamaikan orang lain, nilailah dirimu sendiri sebelum menilai ornag lain, sayangilah dirimu sendiri, sebelum kau menyayangi bahkan mencintai orang lain, ingatlah asal mulamu, dan memang berbicara mudah, sangat mudah. hm, apakah itu alasannya bahwa lidah tak bertulang? hahaha,,,

So....
Enjoy Aja, Talk Less Do More, Act Now, Let’s Do It, Go A Head , and My Life My Adventure.
jangan mau kalah sama rokok! hahahaha
selamat berkarya, kawan!!!

~LS, 170415; 21:19:23~

Jumat, 17 April 2015

Menanti Langit Senja


Entah mengapa aku sedang ingin menulis. Ya,,, menulis. Haha. Entah mulai dari kapan aku sangat senang menulis. Dan aku hanya ingin menulis. Mungkin, karena jika aku berbicara sering kali tidak jelas. Atau mungkin, aku kurang percaya diri dengan apa yang ingin aku sampaikan. Atau mungkin alam bawah sadarku memang pada dasarnya ingin menulis. Haha. Karepmu.

Aku merasa keseharianku penuh dengan kebingungan. Entah apapun itu, padahal aku sendiri bukan termasuk orang yang plin plan. Akupun juga bukan masuk ke dalam orang yang tidak memiliki pendirian, tidak. Aku punya pendirian. Aku punya pegangan. Dan aku sangat paham betul itu. Pegangan dan pendirian ku tidak sepenuhnya kaku, Tidak. Kedua hal itu sangat fleksibel, dan akan terus berjalan, berkembang, termodifikasi oleh waktu. Walaupun begitu, aku memiliki landasan yang takkan bisa berubah hingga kapanpun. Landasan itu berupa kalimat “ aku hanyalah manusia, aku tak punya daya, dan semua daya kekuatan hanya milik Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Tunggal.” Sudah.

Aku mungkin bukan ahli dalam pendakwah, aku juga mungkin bukan ahli dalam agama, aku juga bukan seseorang yang tak punya agama, bukan. Aku tidak ahli dalam akademik, tidak. Aku tidak ahli dalam berkata- kata, yaa. Aku bukan seseorang yang memiliki pengetahuan banyak, tidak, bahkan sangta jauh. Akupun bukan seseorang yang gila akan kemewahan dunia, tidak. Aku bukan seseorang yang mudah jatuh cinta, yaa. aku seseorang yang sangat takut dengan kematian, ya. aku takut dengan penderitaan, Aku sangat takut dengan ketidakadilan, yaa. Aku sangat benci penindasan, aku sangat benci hinaan, dan aku sangat peduli dengan apapun itu, dan aku adalah saya. Mungkin.

Aku hanyallah seseorang yang  akan, sedang, dan selalu belajar. Belajar tentang apapun itu. aku dapat belajar tentang berbagai rumus dan teori, akupun dapat belajar tentang struktur anatomi tubuh, aku dapat belajar tentang kesehatan, aku dapat belajar tentang sejarah masa lalu, aku dapat belajar berbagai kebudayaan, aku dapat belajar menulis, aku dapat belajar tentang masyarakat, aku dapat belajar dari orang yang lebih tua, teman, akupun dapat belajar dari anak kecil sekalipun, atau akupun dapat belajar dari janin yang ada didalam kandungan, atau aku dapat belajar dari hujan, air, api, tanah, akupun dapat belajar dari tiang, batu, atau benda mati sekalipun seperti stopkontak misalnya. Haha, memang benar, ilmu-Nya sangat sangat luas, sungguh. Akupun sadar, bahwa taksemua ilmu-Nya dapat dipelajari karena manusia memiliki kemampuan yang sangat terbatas, dan karena pada dasarnya ilmu-Nya sangat sungguh luas.

Aku sedang tidak ingin pamer atau menggurui, tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya sedang ingin menulis apa saja yang sedang terlintas di fikiranku. Aku sejujurnya sedang menjinakkan “kuda” dalam diriku. Kuda yang memang  gampang-gampang susah untuk ditaklukan. Kuda yang terkadang begtu sangat patuh, namun seringkali menjadi sangat sulit tuk dikendalikan. Haha. Tak apa. aku hanya perlu mencoba menjinakannya, aku perlu belajar mengenali kuda itu, dan setelah itu,aku hanya bisa bertawakal, dan mencoba menjinakkannya terus hingga aku dapat mengendalikannya kelak.

Lantas, mengapa aku harus mengendalikan kuda itu?  haha. Memang tak harus, namun sebaiknya. Karena, karena pada saat ini aku sedang meyakinkan, mnyiapkan dan memantaskan. Ah,benar-benar lemas sekali tubuh ini. Mungkin karena sedikit sekali jeda tuk rehat. Atau mungkin, tubuh ini begitu banyak istirahat. Haha entahlah. Aku akhir-akhir ini sedikit senang dengan kebingungan yang aku buat sendiri. Entah mengapa, karena setidaknya dari kebingungan itu aku memiliki kekuatan sendiri. Atau karena mungkin dari kebingungan itu sesuatu yang sangat sulit terlihat, sangat samar dan kabur akan dapat terlihat jelas.

Hm. Benar-benar sangat letih tubuh ini. Mungkin karena alam bawah sadarku rindu akan kampung halaman. Atau mungkin karena aku begitu lelah, atau mungkin aku hanya perlu sejenak beristirahat?

Haha, tak jelas memang. Akupun terkadang tak bisa mengerti arah pemikiranku. Dan tepat. Karena aku belum bisa menunggangi kuda itu. hm. Aku saat ini sedang berfikir. Bahwa mengapa aku harus berfikir? Lantas aku langsung menyambar pertanyaan yang kubuat sendiri, Cogito Ergo Sum . karena aku berfikir, maka aku ada. Teringat ungkapan Descartes, filsuf perancis. Haha. Mata kuliah filsafatku, terpakai juga dan entah sudah berjuta-juta kali konflik batinku terjadi. haha

Hm. “Kau tetap kau. aku tetap aku.Kau tetap aku. Aku tetap kau. Saat ini kau hanya perlu menunggangi kuda itu. Kau hanya perlu menjajakinya. Dan setelah itu, terserah kau saja mau dikemanakan dan bagaimana dirimu selanjutnya. Apakah kau akan benar-benar ingin mengabdi? atau kau akan berusaha tuk menjajaki orang lain seperti mimpimu? atau kau hanya perlu dekat dengan Sang Penciptamu? itu terserah kau saja. Yang penting adalah, tunggangi kudamu, jajaki dirimu!“  sepasang manik mataku dengannya saling beradu, bertumpuk, dan ya, sepasang manik mata yang sudah barang tentu aku mengenalinya. Hanya beberapa hitungan detik memang, hingga sepasang manik mata yang mulai menatapku hilang, disusul kepergianku yang menjauh dari cermin yang tak sempurna ini.

                                                                        Menanti Langit Senja Sungguhan

Rabu, 15 April 2015

5x9


Ini bukan sebuah bilangan perkalian, Bukan. Ini bukan sebuah angka dalam matematika, Bukan. Ini juga bukan sebuah ukuran foto, Bukan. Hmm. Ini tentang persegi panjang, ya persegi panjang itu.

Persegi panjang itu sungguh hebat, benar-benar hebat.betul.Aku mengaguminya. Mungkin sejak menyukai keindahan alam aku mulai tertarik padanya. Mungkin. Awalnya aku hanya mengaguminya dan yaa sudah, aku tak ingin memilikinya, Tidak.

Mungkin saat itu, aku berfikiran bahwa cukup kedua manik hitam ini saja yang merekam semuanya, Sudah. Kedua manik hitam yang sudah mulai lelah untuk di gunakan, Mungkin. Haha, maafkan aku. Mungkin aku melewatkanmu. Maaf. Aku benar-benar minta maaf.

Ahh,,, masih teringat sekali dibenakku, saat kedua kaki ini melangkah jauh, hingga langkah terakhir menggapai puncak gunung yang hampir setiap hari ku lihat. Saat itu, angin berhembus begitu kencang hingga kelopak mataku yang sudah kecil ini, pada akhirnya memaksaku menutup manik-manik itu, menghalau deburan debu yang berterbangan, hanya beberapa detik memang, mungkin antara satu dua hingga tiga detik, setelah itu ku buka kelopak mata ini dan subhanalloh, aku hanya tersenyum bahagia, hingga jajaran gigiku yang tak beraturan ini pun terlihat. haha

Siapa yang menyangka, bahwa saat kelopak mataku terbuka, ku mendapat hadiah alam berupa warna-warni berjejer rapi beraturan membentuk setengah lingkaran, berpadu dengan hamparan langit biru yang luas tak berujung itu. yaa, ada pelangi di puncak gunung itu. indah, sungguh indah.

Aku pun segera melihat kebelakang, melihat kawan-kawanku yang bergerak mendekatiku, dengan background awan putih bergerombol,dan sontakku berteriak “ puncak, puncak. Pinjam kamera, Ada ,,,,,,” saat aku melihat ke depan dan tadaaaaa,,, hilang sudah pelangi itu. Benar. Lolos sudah hadiah alam terindah itu dalam sebuah jepretan.

Lagi-lagi untuk kedua,ketiga, keempat dan kelima gunung aku tapaki, dan lagi-lagi aku hanya mengandalkan kedua manik hitam ini untuk merekam benar-benar pemandangan yang mahal itu. teringat pula dibenakku,saat dibawah bertemu sungai yang berisi air sangat jernih nan luas itu, ku mampu melihatnya sangat kecil, hingga ku tak mempercayai bahwa itu sungai yang tadi aku lewati.entah diketinggian berapa saat itu aku melihatnya. saat ku melihat burung elang berterbangan luas diangkasa, aku pun dapat melihat dengan jelas saat seekor monyet menghampiriku ketika ku sedang beristirahat memakan roti. Ketika aku melihat sebongkahan batu berjatuhan, ketika aku melihat kaldera, ketika aku melihat garis berliuk-liuk berwarna orange yang sebenarnya itu adalah jalan raya yang kemarin aku lewati dibawah. Saat aku melihat masjid besar dengan gapura berkerlap-kerlip selepas subuh menjadi sangat kecil hingga bahkan sangat samar melihat warna kerlap kerlip itu dari ketinggian, saat aku melihat bukit-bukit yang sangat besar, Ketika aku lihat bagaimana setetes embun berjatuhan ke dahan yang kering, ketika aku melihat puncak-puncak gunung begitu sangat dekatnya, ketika aku melihat iringan awan berarak dengan lumayan cepat, berkumpul di satu titik dimana dibawahnya banyak sekali makhluk hidup yang sedang dan mulai beraktifitas,sebagian makhluk yang memang pantas disebut makhluk tersombong, karena tak pernah mensyukuri keberadaan awan berarak itu,haha,, yaa. termasuk aku.

5x9

Membutuhkan dan hanya sekadar menginginkan memang sangat dekat. Mungkin seperti mata uang logam. Seperti halnya denganku. Pada awalnya aku tak ingin menginginkannya, karena akupun dengan sendirinya sanggup merekam segalanya dengan kedua manik hitam ini. Hanya saja, akupun sadar akan keterbatasanku, dan mungkin saat ini, aku sudah merasa membutuhkannya.

Memang benar, saat ini Aku mengaguminya, aku menginginkannya, dan aku ingin memilikinya. Setidaknya, aku memiliki kedua-duanya. Bukan serakah terlebih maruk, Bukan. Hanya saja, aku ingin menikmati keindahan alam, sesekali tersadar dengan hadiah alam dengan kedua manik hitam ini, sekaligus aku ingin sekali mengabadikan detik yang tak mungkin dapat kembali, dan mencuri sedikit hadiah alam itu. bisakah?

Hahaha. Mungkin bisa, jika 5x9 ku ini dapat berjalan dengan baik.
Jika tidak,,
Mungkin, aku akan memasrahkannya pada kedua manik hitam yang mulai lelah ini. Mungkin.


Rabu, 08 April 2015

rahsa


Haha, sudah lama sekali aku tak menulis, sudah lama pula aku tak mengetik, haha. Bisa saja ku sedang membaca, bisa saja ku sedang tertidur, atau bisa saja ku sedang merenung. Haha. Semua ini begitu tak terlihat, kasat mata, tak berbau, tak berasa, namun kehadirannya terasa begitu nyata. Hahaha. Mungkinkah ini hakikat hidup? Atau aku sedang bermakrifat? Atau apakah ini yang namanya melebur dengan alam?

Haha. Mungkin karena baru menyadari sesuatu, atau mungkin karena baru tersadar akan sesuatu. Ku mencoba terapkan, ku mencoba menggali lagi, dan ku coba menelisik kembali lebih dalam tentang apapun itu, terlebih pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benakku. Haha.

Tak tahu apa yang sedang kutulis, tak tahu pula apa yang sdang aku bicarakan, haha. Yang pasti saat ini masih banyak pertanyaan-pertanyaan besar yang menggelayutiku, pertanyaan yang jarang sekali orang tanyakan, pertanyaan yang aneh namun mendasar, dan pertanyaan yang mengandung beribu-ribu pertanyaan selanjutnya, dan tak henti-hentinya ku mencari, sehingga cepat atau lambat ku ingin menemukan jawaban yangpener dan terbaik. Haha

Entahlah, sampai saat ini aku pun tak bisa mengatakan diriku seperti apa, haha. Karena diriku mungkin bukan diriku, atau mungkin karena diriku belum diriku, atau mungkin diriku baru mulai menjadi diriku, ah entahlah yang  ku perlu hanya menjadikan diriku adalah aku, menjadikan diriku adalah saya, dengan murni, natural dan orisinil.

Ku hanya ingin mengatakan bahwa langit senja tetap langit senja, hujan adalah hujan, air adalah air, api adalah api, angin ya tetap angin, dan aku adalah aku. Entah harus menunggu berapa lama lagi, atau mungkinkah masih banyak waktu tuk menunggu, atau masih ada yang harus ditunggu, atau mungkinkah sedang menyiapkan dan memantaskan. Haha. Mungkin jawaban terakhir lebih cocok. Lantas bagaimana makna dari kalimat ini?
“Matinya ada di dalam hidup, hidupnya ada di dalam mati.”
hahaha, entahlah.

                                                                               ~LS, 070415;21:43:17~