Semenjak kejadian itu, Marsya lebih banyak lagi diam. Tidak.Ia sebenarnya sedang bertanya pada dirinya. Dan konflik batin tak terelakan.Namun, lagi-lagi ia tak mendapatkan apa yang ia cari. Ia memutuskan untuk menemui kawan-kawannya. Dan, hari-harinya kini mulai dihujati, dihujati dengan kata-kata pedas, tegas, tanpa ampun. Walau begitu, ia senang. Kata-katanya,semua sangat menyentuh hatinya.
Kawan-kawan itu memang selalu setia menemaninya. Setia menunggu gadis itu datang, selalu ada untuknya, walau mereka tak pernah bisa menawarkan sandaran bahu. Namun, mereka hadir dan selalu ada untuk menemaninya.
Kawan-kawan itu memang selalu setia menemaninya. Setia menunggu gadis itu datang, selalu ada untuknya, walau mereka tak pernah bisa menawarkan sandaran bahu. Namun, mereka hadir dan selalu ada untuk menemaninya.
Ya, gadis itu sering menghampiri mereka. Walau sebenarnya ia mendatanginya paling terakhir. Setidaknya, karena setiap manusia sibuk dengan urusannya masing-masing. Dan walaupun mereka memang tak bisa diajak berbicara.Namun, mereka membuatnya tak sendiri.
Sudah sekian waktu,ia terjebak dengan perasaannya sendiri. Amarah yang ia katakan sudah tak ada,itu sebenarnya masih tertinggal di hatinya. Dan ia baru menyadari itu dari mereka.
Sudah sekian waktu,ia terjebak dengan perasaannya sendiri. Amarah yang ia katakan sudah tak ada,itu sebenarnya masih tertinggal di hatinya. Dan ia baru menyadari itu dari mereka.
“hm. Tak apa. Setidaknya aku sudah tahu, dan aku berusaha untuk menghilangkannya perlahan tanpa paksaan.” Batinnya.
Setidaknya, ia tak ingin menghancurkan dirinya sendiri lagi.Setelah apapun peristiwa yang sudah terjadi, dan berawal dari peristiwa itu. HaHa . sudahlah.
Setidaknya, ia tak ingin menghancurkan dirinya sendiri lagi.Setelah apapun peristiwa yang sudah terjadi, dan berawal dari peristiwa itu. HaHa . sudahlah.
Ia tak ingin mengulangnya. Menghancurkan jiwa raganya pelan tapi pasti. Bukan. Mungkin karena saat itu ia tak menyadari. Tak apa. Yang pasti, karena kejadian malam jum’at itu. Hampir-hampir ia merasa mati. Itu sangat bodoh.tidak ia bukan bodoh. Ia hanya tak pernah memperhatikan kondisi fisiknya. Ia pelan tapi pasti meremukkan tubuhnya. “Tidak. Aku tidak sebodoh itu. “Batinnya berkonflik. Ia mulai memikirkan, “untuk apa aku pertahankan tujuan hidupku? jika jiwa dan ragaku pada akhirnya, perlahan tapi pasti ku hancurkan sendiri? gila. Itu gila.” Batinnya berkecamuk.
“Jiwaku, ragaku,jauh lebih penting dibanding tujuan hidupku.Karena berasal dari mereka, hukum kausal tetap berlaku.haha “ gadis itu menjawab batinnya dengan tertawa.
“Jiwaku, ragaku,jauh lebih penting dibanding tujuan hidupku.Karena berasal dari mereka, hukum kausal tetap berlaku.haha “ gadis itu menjawab batinnya dengan tertawa.
Memang semua indah pada waktunya. Dan Tuhan tak pernah tidur, Rencana-Nya pasti selalu yang terbaik. Pasti indah. Indah. Dan lagi-lagi ia bersyukur, dapat mempunyai kawan-kawan itu. Yang pasti, ia sudah tak sabar menunggu waktu. Menunggu kawan-kawan barunya yang akan datang padanya.sabar. sebentar lagi. Batinnya lagi-lagi berkata.
Setidaknya, jika kawan-kawan berbicaranya sulit untuk ditemui. Tidak masalah baginya. Karena, ada banyak kawan-kawan lain yang setia menemaninya. Mereka memberi sesuatu hal yang baru, walau kawan-kawannya itu tak mengerti apa yang diinginkannya. Namun setidaknya,mereka dapat memberikan kepada gadis itu, sesuatu. Sesuatu yang mungkin jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul dalam benaknya.
Gadis itu, hanya dapat berucap. “terima kasih. Terimakasih kawan. Terimakasih, segala buku-buku bacaanku”. Terimakasih.
Gadis itu, hanya dapat berucap. “terima kasih. Terimakasih kawan. Terimakasih, segala buku-buku bacaanku”. Terimakasih.
291114; 11:19:08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar