Kepala plontos bocah itu terlihat dari kejahuan. Bocah dengan postur tubuh besar dan kekar sedang memcoba memainkan layangan yang ia temui di tong
sampah. Ketika seorang gadis mendekatinya ia memandangnya sesaat, ia menyapa “mba lisa“ sembari melebarkan senyumnya dan hampir saja terlihat
seluruh giginya. Berapa detik kemudian ia kembali mencoba membuat layangan itu mengudara. Membuat gadis itu, membendung niatnya untuk membalas sapaannya. Ia hanya tersenyum tipis melihat tingkah polos bocah itu yang mencoba mengudarai layangan yang sudah sedikit robek. Batinnya berbicara,tidak mungkin bisa layangan itu terbang.
Sesaat kemudian, bocah itu duduk beristirahat, dari raut wajahnya terlihat sekali ia memikirkan bagaimana caranya agar layangan itu bisa mengudara.
wajah polosnya itu, membuat gadis yang duduk disebrang jalan menjadi tersenyum geli. namun, sedetik kemudian bocah itu merubah raut wajahnya. Ia lalu menenggelamkan wajahnya kedalam dekap tangannya. Gadis itu, melihat jelas apa yang sedang dilakukan bocah 8 tahun itu. Ia memperhatikan setiap gerakan yang bocah itu ciptakan. Ia bergumam, Ada apa dengan bocah ini? apa ada yang salah?
Gadis ini, perlahan mencoba mendekati bocah itu, ia mengelus kepalanya, berbicara dengan hati-hati “kenapa?”. Tidak sampai hitungan ketiga bocah itu
menengadah wajahnya menghadap ke gadis itu, sambil nyengir ia berkata “oo ora aaanna apapa”. Lalu ia ngluyur pergi memanggil temannya dan seperti biasa ia mulai membuat teman-temannya tersenyum bahagia. Walau entah mereka melihat tingkahnya yang polos atau menertawakan kekurangannya.
Gadis itu lalu menghelai napas, bocah yang dewasa. Ada apa dengannya? padahal terlihat jelas dalam kedua kelopak bocah itu,hitam legam, memancarkan kesenduan. Ia mencoba berbicara dengan sorot matanya, bahwa ia merintih kesakitan, meronta-ronta perih, dan menahan kepedihan. Bocah itu, seakan-akan mencoba berbicara dengan suara yang hampir tidak bernada “lihatlah aku, temani aku”.
Gadis itu melihat bocah itu kini sendiri lagi, bocah itu duduk dengan menatap langit. Setelah itu, ia melihat orang-orang yang ada disekitar, dan tiba-tiba ia bergumam sendiri.
Sontak gadis itu kaget, mengapa bocah itu bicara sendiri? Akankah ia merasa sendirian di tengah riuhnya orang-orang disekitar? Apakah disaat sepi, ia merasakan keramaian? Entahlah gumam gadis itu, buntu dengan pikiran yang dibuatnya sendiri.
. . . . . . . . . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar